Medan-PLUR: Pengacara Marlon Purba melalui Tim Kuasa Hukumnya, Bambang Santoso
mendaftarkan Pra Peladilan terhadap Kapolsek Medan Kota, Kompol Hari
Sandy Sinurat ke Pengadilan (PN) Medan, Selasa (9/10), jam 14.00 wib.
Dalam gugatannya, Bambang meminta agar pengadilan menyatakan penangkapan
dan penahanan terhadap kliennya batal demi hukum, mengerluarkan Marlon
Purba dari penjara dan menuntut ganti rugi Rp 1 milyar lebih.
Penangkapan ala koboy yang dilakukan petugas Polsek Medan Kota,
terhadap anggota DPRD, Marlon Purba mengindikasikan bahwa Kompol Hari
Sandi Sinurat SiK ingin 'anggar jago'. Hal itu terlihat saat Sandi
membatalkan mediasi antara Marlon dengan Bripka Horas Hutauruk di Polres
beberapa hari sebelum penangkapan. Tak hanya itu, Sandi juga mengatakan
bahwa dirinya Kapolsek, sementara Marlon hanya pensiunan Polisi.
Bambang mengatakan bahwa perilaku Sandi tidak mencerminkan sosok
polisi yang baik, melainkan hanya ingin terlihat gagah dan show power.
"Bisa
dikatakan Sandi Sinurat itu ingin show power. Pada saat penangkapan,
dia sempat bilang; 'aku Kapolsek, kau cuma pensiunan polisi'. Kalau
polisi begini, jadi masyarakat mau bilang apa? Bukankah polisi itu
pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat? Jangan mentang-mentang saat
ini dia punya kuasa, berbuat seenaknya aja," kata Bambang kawasan Jalan
Jermal, Medan.
Bukan hanya itu, sepertinya Sandi masih merasa kurang eksis dengan
kepemimpinannya yang bisa dikatakan 'sudah cukup karatan', menjabat
Kapolsek. "Beberapa kali dia membentak klien saya dengan mengatakan;
'Duduk kau! Yang memerintahkanmu ini Kapolsek. Berarti dia kurang eksis
selama ini sehingga maksa kali bilang-bilang kalau dia Kapolsek," kata
Bambang lagi.
Indikasi 'anggar jago' Sandi juga terlihat dengan memaksakan
penahanan terhadap Marlon Purba. Awal kasus ini adalah saat Sandi
mengatakan anggotanya Bripka Horas Hutauruk dipukul. Tapi pada BAP,
Marlon cuma dikenakan Pasal 335 ayat 1 dan Pasal 212 tentang perbuatan
tak menyenangkan dan menghalangi PNS bertugas.
"Dia sudah bolak-balek bilang di media massa kalau anggotanya
dipukul. Kalau benar dipukul, mestinya melanggar Pasal 351 atau Pasal
352. Kok udah 'baling-baling' kawan ini? Katanya Kapolsek?" ujar Bambang
lagi.
Ditambahkan Bambang, penahanan Marlon Purba juga terkesan
dipaksakan. Pasalnya tidak memenuhi unsur alasan penahanan;
dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan
barang bukti. Bambang mengatakan bahwa kliennya adalah tokoh masyarakat
di Sumut dan merupakan pensiunan, serta mitra polri, jadi tidak mungkin
akan melarikan diri. Bambang mengatakan bahwa kliennya telah pernah
meminta maaf langsung kepada Horas Hutauruk yang nota benenya secara
usia sangat jauh, namun Horas menepis dan meninggalkan ruangan Kanit
Reskrim. Sedangkan menghilangkan barang bukti juga tidak mungkin.
"Apa ada barang bukti dalam kasus ini? Kalaupun ada, sudah pasti di
tangan polisi. Jadi keseluruhan itu hanya merupakan bentuk show
power-nya Sandi Sinurat saja. Ini 'kan bikin malu institusi polri," kata
Bambang.
Penangkapan dan penahanan terhadan mantan anggota DPRD Sumut,
Marlon Purba dari rumahnya di Jalan Jermal, Medan Denai pada Kamis
(27/9) lalu yang melibatkan hampir 50 personil polisi dinilai cacat
hukum. Pasalnya, Kompol Hari Sandy Sinurat selaku Kapolsek yang memimpin
penangkapan tidak menyertakan surat penangkapan dan penahanan. Bahkan
permintaan Marlon untuk menunggu pengacaranya sebelum dibawa tak
dihiraukan.
Aksi main tangkap seperti di atas rupanya mengundang keprihatinan pakar
hukum Sumut, Muslim Muis SH yang juga Ketua Umum Pusat Studi Hukum dan
Pembaharuan Peradilan (PUSPA). Menurut Muslim, tindakan itu sangat tidak
manusiawi dan jelas melanggar Hak Azazi Manusia.
"Tidak beoleh seorang anggota Polri melakukan penangkapan dan penahanan
tanpa surat. Begitu mau ditangkap, polisi yang baik wajib memberikan
surat penangkapan kepada Kepala Lingkungan atau Lurah setempat dan
keluarga. Begitu juga pada orang atau keluarga yang ditangkap. Bukan
setelah ditangkap. Jadi, jika tidak ada surat penangkapan dan penahanan,
maka polisi itu bisa dituntut dan di Pra Pidanakan," kata Muslim
melalui seluler, Sabtu (6/10) kemarin.
Muslim menambahkan, ada pengecualian penangkapan yang tanpa surat
penangkapan; tertangkap tangan sedang melakukan tindak pidana;
pencurian, mencopet, memakai atau mengedarkan narkoba dan lain
sebagainya.
"Jadi, kalau delik aduan, maka penyidik bisa saja
melakukan panggilan pertama, panggilan kedua. Nah, jika itu tidak
dipenuhi, maka diperbolehkan ditangkap. Jadi, bukan sembarangan
nangkap-nangkap orang. Jangan mentang-mentang polisi lah, t'rus main
tangkap seenaknya," terang Muslim.
Penangkapan yang dilakukan polisi, lanjut Muslim, sebenarnya sudah
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 18
ayat 1. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta
memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan
identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
"Jika itu dilanggar, maka Inspektorat Pengawas Umum (Irwasum) Polri
maupun Irwasda (Inspektur Pengawas Daerah) harus merespon cepat kasus
seperti ini. Karena selain menyalahi mekanisme atau prosedur
penangkapan, juga melanggar Hak Azazi Manusia, terutama Hak Sipil
Politik," imbuh Muslim.
Namun Muslim sangat menyayangkan tindakan arogan aparat penegak hukum
yang lebih mengedepankan tendensi pribadi yang mengabaikan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku.
"Jika terjadi hal demikian, maka
semakin mencoreng wajah Polri yang saat ini sedang jadi sorotan publik.
Bukan hanya kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM, tapi ada
beberapa pengaduan masyarakat yang menyatakan kecewa dengan polisi. Itu
artinya, mereka juga kecewa dengan institusi Polri," tegas Muslim.
Menurut Kepala Lingkungan 2, Kelurahan Denai, Kecamatan Medan Denai,
Sunardi, dirinya tidak mengetahui penangkapan terhadap Marlon Purba. Dia
baru mengetahui warganya 'diculik' polisi dari warga lain yang sedang
cerita.
"Sebelumnya, saya gak tau ada penangkapan. Tiba-tiba aja ada yang
bilang, warga saya ditangkap. Surat penangkapan saya terima besoknya,
Jumat (28/9). Terus surat penahanan saya terima besoknya lagi, Sabtu
(29/9) malam," kata Sunardi.